Rabu, 11 April 2012

Matswapati


Prabu Matswapati yang pada masa mudanya bernama Durgandana adalah putra Prabu Basuketi dengan Dewi Yukti. Ia mempunyai seorang saudara kandung bernama Dewi Durgandini/Dewi Setyawati yang menjadi istri Resi Palasara, dari Pertapaan Srengga, Gunung Saptaarga, yang juga pendiri negara Gajahoya.

Prabu Matswapati menikah dengan Dewi Rekatawati/Ni Yutisnawati, putri angkat Resi Palasara dan Dewi Durgandini. Dari perkawinan tersebut, ia memperoleh 4 (empat) orang putra bernama : Resi Seta, Raden Utara, Raden Wratsangka dan Dewi Utari. Disamping memperistri Dewi Rekatawati, Prabu Matswapati juga menerima pengabdian kelima saudara angkatnya, yaitu : Kencaka/Kencakarupa, Upakeca/Rupakenca, Rajamala, Setatama dan Gandawana.Prabu Matswapati berumur sangat panjang  sampai lima generasi, dari jaman Resi Palasara sampai jaman Prabu Parikesit. 

Setelah Parikesit cucunya, putra Dewi Utari dengan Abimanyu, dinobatkan menjadi raja negara Astinapura menggantikan Prabu Kalimataya/Puntadewa, Prabu Matswapati merasa tugas hidupnya di dunia sudah selesai. Ia dan istrinya, Dewi Rekatawati, kembali menjadi ikan mas, yang kemudian dilabuh di Sungai Gangga.

---------------------------------------------------

Di wilayah yang terletak di sebelah timur negara Dwarawati dan si sebelah selatan negara Mandura, Raden Srinada membuka hutan dan kemudian membangun sebuah kerajaan yang diberi nama Wirata. Selanjutnya Raden Srinada memerintah kerajaan tersebut dengan gelar Prabu Basurata. Setelah lanjut usia tahta negara Wirata diwariskan kepada salah satu anaknya yang bernama Prabu Basukesti. Selanjutnya, dari tangan Prabu Basukesti, tahta Wirata diwariskan kepada Raden Durgandana yang setelah naik tahta bergelar Prabu Matswapati. 

Di bawah masa pemerintahan Prabu Matswapati inilah negara Wirata mencapai jaman keemasan. Dikenal diseluru penjuru dunia, disegani oleh lawan maupun kawan. Hal tersebut tidak lepas dari dukungan seluruh kawula Wirata dan peran ketiga putra raja yang menjadi beteng negara Wirata yatiu Raden Seta, Raden Utara dan Raden Wratsangka. 



Prabu Matwapati banyak membantu Pandawa Lima yang teridi dari Yudistira, Bimasena, Harjuna, Pinten dan Tangsen, pada waktu mereka membuka hutan untuk mendirikan keraton. Juga pada masa Yudistira dan kelima saudaranya dalam pembuangan. 

Bagi Pandawa, Prabu Matswapati adalah dewa penolong, yang telah mengangkat Pandawa dari dalam keterpurukan. Demikian pula sebaliknya, bagi Prabu Matswapati, Pandawa adalah dewa penyelamat, yang telah menyelamatkan negara dan dirinya dari kehancuran dan kematian, ketika negara Wirata diserbu oleh prajurit gabungan dari negara Trigata dan Negara Hastina yang dipimpin oleh Prabu Susarma. Bima yang pada waktu itu menyamar sebagai jagal di Wirata dan Harjuna yang menyamar sebagai guru tari, berhasil membebaskan Prabu Matswapati yang telah ditawan, dan mengundurkan musuh.

Pada peristiwa paling berdarah sepanjang sejarah negara Wirata, yang dikenang dengan sebutan Geger Wirata tersebut, Prabu Matswapati mengira bahwa yang berhasil merebut dirinya dari tangan musuh dan mencerai-beraikan pasukan lawan adalah ketiga anaknya. Maka ketika mengetahui dengan senyatanya bahwa yang menolong dirinya adalah Bima dan Harjuna, ada perasaan bersalah dan beban dosa di hati Prabu Matswapati karena tidak mengenali ksatria utama yang telah bergabung setahun lalu, sebagai pembantu berderajat rendah di Negara Wirata. 

Semenjak peristiwa tersebut kedekatan hubungan antara Prabu Matswapati dan Pandawa melebihi saudara. Diantara mereka merasa saling berhutang budi. Oleh karenanya ketika perang Baratayuda pecah, Prabu Matswapati beserta seluruh prajuritnya secara resmi menyatakan bergabung dengan Pandawa. Bahkan Prabu Matswapati, Seta, Utara dan Wratsangka bersedia sebagai ‘tawur perang’ korban perang untuk yang pertama kali.

Prabu Matswapati menikah dengan Dewi Rekatawati dan mempunyai empat anak yaitu: Raden Seta, Raden Utara, Raden Wratsangka dan Dewi Utari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar