Úrì Dharmma Udhayana Warmmadewa, 991 – 1018
Setelah
raja Úrì Candrabhaya wafat, digantikan oleh puteranya yang bergelar Úrì
Dharmma Udhayana Warmmadewa, yang termasyur kebesarannya sebagai raja
Bali, dipuji dan dihormati oleh para pendeta dan raja-raja sampai ke
pulau Jawa.
Itulah sebabnya maka beliau mempersunting puteri raja dari Jawa yang sangat utama, puteri Úrì Makuta Wangsa Wardhana. Raja Jawa Úrì Makuta Wangsa Wardhana berputera dua orang wanita; yang tinggal di Jawa kawin dengan raja Kadiri yang bergelar Úrì Dharmawangúa Têguh Anantawikrama Tunggadewa. Dan yang kawin ke Bali bernama Ratu Mahendradatta Guóapriya Dharmapatni.
Itulah sebabnya maka beliau mempersunting puteri raja dari Jawa yang sangat utama, puteri Úrì Makuta Wangsa Wardhana. Raja Jawa Úrì Makuta Wangsa Wardhana berputera dua orang wanita; yang tinggal di Jawa kawin dengan raja Kadiri yang bergelar Úrì Dharmawangúa Têguh Anantawikrama Tunggadewa. Dan yang kawin ke Bali bernama Ratu Mahendradatta Guóapriya Dharmapatni.
Raja
Úrì Dharmma Udhayana memerintah Bali bersama-sama permaisurinya Ratu
Mahendradatta. Pulau Bali aman dan sejahtera tidak ada perselisihan,
semua umat menekuni nyanyian keagamaan, demikian pula para pendeta Úiwa,
Budha, Åûi dan para Mpu, selalu melaksanakan korban api (homayajña),
mengucapkan Wedamantra; suara genta mengalun memuja keagungan Hyang
Widhi serta para dewata. Demikian pula tetabuhan (gambelan) ditabuh
siang-malam di tiap-tiap desa dalam rangkaian upacara dewayajña pada
masing-masing pura. Disamping itu dilengkapi pula dengan kidung dan
kakawin.
Dalam
masa pemerintahan raja Úrì Dharma Udhayana Warmmadewa datanglah seorang
pendeta dari Jawa, yaitu Mpu Kuturan, saudara kandung dari Mpu
Bhàradah. Kedua Mpu itu adalah penasehat raja Airlangga di jawa. Mpu
Kuturan mengadakan perjalanan dharmayatra, yaitu mengembara
mengembangkan dharma, dan akhirnya sampai di Bali.
Dengan menyusuri pesisir utara, beliau sampai di Pura Silayukti, dekat Padangbai Karangasem. Mpu Kuturan akhirnya menetap di Bali, meneruskan yoganya di Pura Silayukti, dan menyebarkan Agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan pada waktu itu mulai menerapkan sistem Pura Kahyangan Tiga, yaitu Pura Pusêh, Pura Desa (Baleagung) dan Pura Dalêm, sebagai lambang Brahma, Wiûóu dan Durga (Úiwa).
Dengan menyusuri pesisir utara, beliau sampai di Pura Silayukti, dekat Padangbai Karangasem. Mpu Kuturan akhirnya menetap di Bali, meneruskan yoganya di Pura Silayukti, dan menyebarkan Agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan pada waktu itu mulai menerapkan sistem Pura Kahyangan Tiga, yaitu Pura Pusêh, Pura Desa (Baleagung) dan Pura Dalêm, sebagai lambang Brahma, Wiûóu dan Durga (Úiwa).
Pada
tahun 1018 raja Úrì Dharmma Udhayana Warmmadewa wafat, dikebumikan di
Banyuwêka, sedangkan Ratu Mahendradatta telah wafat tahun 1010 dan
dikebumikan di Burwan (Kutri Gianyar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar