Minggu, 17 Juni 2012

Agni


Karena agama ÅgWeda utamanya bersifat sakrifisial (upacara kurban), Agni sebagai dewa api wajar-lah mendapatkan tempat terhormat. Sejumlah besar puji-pujian kebanyakan dipersembahkan untuk melukiskan dan memuja Agni. Ia sering disanjung sebagai Dewata Utama, sang pencipta, pemelihara, roh kosmis yang meliputi segalanya. Semua dewa lain merupakan manifestasinya yang berbeda-beda. 


Ia mewujudkan dirinya sendiri sebagai api (Agni) di bumi (påthiwì), sebagai kilat atau udara (Indra atau Vàyu) di langit (antarikûa) dan sebagai matahari (Sùrya) di surga (dyuloka). Dia bertindak selaku mediator antara manusia dan para dewa dengan membawa persembahan manusia kepada para dewa

Dia maha mengetahui dan maha kuasa dan juga maha pengasih. Walaupun bersifat abadi, Dia tinggal di antara mahluk fana dalam setiap rumah tangga. Ia melindunginya dengan mengusir segala kesulitannya dan memberinya apapun yang dimohonkannya. Tanpa adanya Dia, dunia tak akan pernah dapat memelihara dirinya.

Agni dilukiskan sebagai dewatà penguasa arah tenggara. Gambaran Agni di kuil-kuil, memperlihatkannya sebagai seorang tua dengan badan berwarna merah. Dia memiliki dua kepala, perut buncit dan enam buah mata, tujuh lengan dimana ia memegang benda-benda semacam sendok, sendok besar, kipas, dan lain sebagainya, memiliki tujuh lidah, empat tanduk dan tiga buah kaki. 

Dia memiliki rambut yang dijalin, mengenakan pakaian merah demikian juga Yajñopawìta (benang suci). Dia disertai pada masing-masing sisinya oleh dua pendampingnya, Swàhà dan Swadhà. Asap merupakan panji-panjinya dan domba merupakan kendaraannya. Kenyataannya, ini merupakan pernyataan anthropormorfis dari api sakrifisial (upacara kurban).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar