St
Augustine
Augustine,
yang hidup di saat tahun-tahun Kekaisaran Romawi sedang merosot, tak pelak lagi
seorang teolog terbesar pada jamannya. Tulisan-tulisannya dengan sangat
mendasar dan dalam mempengaruhi doktrin dan sikap Kristen sepanjang Abad Tengah
bahkan masih tetap terpengaruh hingga saat ini.
Lahir
tahun 354 di kota Tagaste (sekarang bernama Souk-Ahras di Aljazair), kira-kira
empat puluh lima mil arah selatan kota pantai terbesar Hippo (kini Annaba).
Ayahnya seorang tak beragama, sedangkan ibunya pemeluk Kristen yang taat.
Sebagai anak kecil dia tidak dibaptis.
Bahkan
pada saat dewasa pun kecerdasan Augustine mengesankan dan pada umur enam belas
tahun dia dikirim ke Carthago untuk menuntut ilmu. Di sana dia punya simpanan
dan punya anak tidak sah. Di umur sembilan belas dia memutuskan belajar
filosofi. Tak lama sesudah itu dia jadi pemeluk Manichaeisme, “agama” yang
didirikan sekitar tahun 240 oleh seorang “nabi” bernama Mani. Buat si muda
Augustine, Agama Kristen tak punya mutu sedangkan Manichaeisme masuk akalnya.
Tetapi, selang masa sembilan tahun berikutnya, dia sedikit demi sedikit mulai
sadar apa itu Manichaeisme. Dan tatkala umurnya menginjak dua puluh sembilan,
dia pindah ke Roma. Hanya sebentar di situ dia pindah lagi ke Milan di bagian
utara Itali. Di sini dia menjadi guru besar ilmu retorika. Di sinilah dia mulai
berkenalan dengan faham Neoplatonisme, versi penyempurnaan filosofi Plato yang
sudah dikembangkan oleh Plotinus di abad ke-3.
Biskop
Milan waktu itu St. Ambrose, Augustine menyimak beberapa khotbahnya yang
memperkenalkannya kepada pengertian dan aspek baru kekristenan yang lebih
bernilai. Pada umur tiga puluh dua Augustine menjadi pemeluk Kristen, sehingga
orang yang tadinya ragu-ragu kini menjadi pemeluk yang taat. Tahun 387
Augustine dibaptis oleh Ambrose dan sesudah itu kembalilah ia ke kota asalnya
Tagaste.
Tahun
391 Augustine menjadi asisten biskop Hippo. Tatkala lima tahun kemudian sang
biskop meninggal dunia, Augustine yang kini berumur empat puluh dua tahun
menggantikan kedudukannya. Dan duduklah ia dalam jabatan itu hingga akhir
hayat.
Meski
Hippo bukanlah kota yang berarti, kecemerlangan Augustine begitu menonjol
sehingga dalam tempo singkat dia jadi salah seorang pemimpin yang dihormati di
kalangan gereja. Keadaan tubuh Augustine tidaklah sempurna, karena itu dia dibantu
oleh penulis cepat dan lewat cara begitulah dia banyak menulis
karangan-karangan agama. Sekitar 500 petuah tertulisnya masih diketemukan
sekarang, berikut 200 surat-suratnya. Dari sekian bukunya, dua diantaranya amat
masyur dan berpengaruh The City of God dan Confessions. Yang disebut belakangan
itu merupakan buku otobiografi terbaik yang pernah dibuat orang tatkala umurnya
memasuki empat puluhan.
Banyak
surat-surat Augustine dan petuah-petuah rohaninya ditujukan untuk membantah
faham Manichaeisme, penganut Donastis (sebuah sekte Kristen murtad), dan kaum
Pelagian (para pembangkang gereja saat itu). Pertentangannya dengan kaum
Pelagian membentuk bagian penting dan doktrin keagamaan Augustine. Pelagius
adalah seorang pendeta Inggris yang datang berkunjung ke Roma sekitar tahun 400
dan di sana menyebarkan pelbagai doktrin teologi yang menarik. Masing-masing
kita –kata Pelagius–tidaklah dibebani dosa orisinal yang terbawa sejak lahir,
dan masing-masing kita punya kebebasan untuk memilih kebaikan dan keburukan.
Dengan hidup yang lempang dan kerja baik, tiap pribadi akan terbebas dari beban
dosa.
Sebagian
lantaran pengaruh tulisan-tulisan Augustine, pandangan Pelagius dicap sebagai
faham yang menyimpang, dan Pelagius sendiri (yang sudah dienyahkan dari Roma)
dikucilkan. Menurut Augustine, semua orang tercemar oleh dosa Adam. Manusia tak
berkesanggupan peroleh pengampunan dosa semata-mata lewat usaha sendiri dan
kerja baik: berkah dan restu Tuhan penting dalam hal pengampunan dosa. Pendapat
yang serupa sebenarnya pernah diutarakan orang, tetapi Augustine memperjelasnya
dan tulisan-tulisannya memperkokoh kedudukan gereja dalam segi ini yang di hari
kemudian dijadikan pegangan.
Augustine
beranggapan bahwa Tuhan sudah maklum siapa yang mau diselamatkan dan siapa yang
tidak, dan sebagian dari kita sudah ditakdirkan untuk jadi selamat. Pendapat
tentang takdir ini menjadi berkembang dan berpengaruh melalui pendapat
teolog-teolog yang menyusul belakangan seperti St. Thomas Aquinas dan John
Calvin.
Mungkin
yang lebih penting dari doktrin takdir adalah sikap Augustine yang berkaitan
dengan seks. Tatkala dia memeluk Agama Kristen, Augustine sudah ambil keputusan
bahwa untuk dirinya sendiri perlu menjauhi seks. (Pernah sekali dia menulis,
“Tak ada yang lebih perlu dihindari daripada hubungan seks”).
Dalam pelaksanaan
penolakan ini membuktikan betapa sulit buat Augustine. Baik perjuangan
pribadinya maupun pandangan-pandangannya tentang masalah ini dipaparkan
panjang-lebar dalam bukunya Confessions (Pengakuan). Pandangan yang
dilontarkannya di sini –karena besarnya pengaruh Augustine– menentukan
pembentukan sikap yang kuat terhadap sikap abad pertengahan terhadap seks.
Tulisan-tulisan Augustine berkaitan satu sama lain antara “dosa bawaan” dan
gairah atas seks.
Di
masa hidupnya Augustine, kekaisaran Romawi sedang merosot dengan derasnya.
Buktinya, di tahun 410 kota Roma diduduki oleh kaum Visigoth di bawah pimpinan
Alaric. Sudah barang tentu sisa-sisa orang Roma yang tidak percaya kepada Tuhan
menganggap bahwa orang Roma kena kutuk dewa karena mereka memeluk Agama Kristen
yang baru.
Buku Augustine yang masyhur The City of God sebagiannya merupakan
pembelaan Kristen terhadap tuduhan ini. Buku itu juga mengandung filosofi
kesejarahan, yang akhirnya mempengaruhi perkembangan Eropa. Augustine
menandaskan pendapat bahwa kekaisaran Romawi tidak punya makna dasar yang
penting, begitu juga kota Roma, dan begitu pula kota mana pun juga di bumi.
Yang sesungguhnya penting adalah tumbuhnya “kota Surgawi”, yaitu kemajuan
spiritual kemanusiaan. Alat untuk kemajuan ini adalah, tentu saja, gereja.
(“Tak ada pengampunan di luar gereja”). Karena itu, para kaisar, baik dia
penyembah berhala maupun Kristen atau barbar, tidaklah sepenting Paus atau
gereja.
Meskipun
Augustine sendiri tidak melakukan langkah final, dorongan dari argumennya
memudahkan terbentuknya kesimpulan bahwa penguasa yang ada sekarang mesti
berada di bawah Paus. Para Paus abad tengah bersorak sorai mendengar kesimpulan
ini dan doktrinnya menjadi dasar pertentangan yang berjangka lama antara gereja
dan negara yang menjadi ciri sejarah Eropa selama berabad-abad.
Tulisan-tulisan
Augustine merupakan faktor penerus dari aspek tertentu filosofi Yunani menjadi
filosofi Eropa abad tengah. Khususnya, Neoplatonisme amat kuat mempengaruhi
kedewasaan berpikir Augustine, dan melalui Augustine mempengaruhi filosofi
gereja abad pertengahan. Dan cukup menarik untuk dicatat bahwa Augustine
memaparkan gagasannya sebelum pernyataan Descartes yang masyhur, “Saya
berpikir, karena itu saya ada.”
Tentu saja dalam bahasa yang berbeda.
Augustine
adalah teolog Kristen terbesar terakhir sebelum abad gelap, dan karya
tulisannya membuahkan doktrin gereja dalam semua garis besarnya, dan dalam
bentuk kasarnya, sepanjang abad pertengahan. Dia adalah orang yang paling
menonjol dari para pendiri gereja Latin, dan buah pikirannya luas tersebar dan
terbaca di kalangan pendeta. Pandangan tentang pengampunan, seks, dosa
orisinal. atau dosa bawaan dan banyak lagi masalah-masalah pokok satu sama lain
punya hubungan yang berpengaruh. Banyak teolog Katolik di belakang hari seperti
St. Aquinas, begitu pula pemuka-pemuka Protestan seperti Luther dan Calvin
menghirup air pengaruhnya.
Augustine wafat tahun 430
di Hippo pada umur tujuh puluh enam tahun. Kaum Vandal, salah satu suku barbar
yang menyerbu dan mengobrak-abrik kekaisaran Romawi, sedang mengepung kota
Hippo saat itu. Sebulan kemudian mereka menduduki kota dan membumihangusnya.
Tetapi, perpustakaan serta gereja Augustine terhindar dari malapetaka itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar